Click here to go to blog index

http://iai.or.id/forum/index.php?topic=242.0

 

http://www.ilumarta.com/berita/images_seminarseks/ekspresi_pembicara_26.jpg

 

Ontologi seksual dan manifestasi arsitekturalnya·

 

Oleh: A. Rudyanto Soesilo··

 

Abstrak :

Arsitektur adalah ruang yang diciptakan sebagai wahana untuk ajang kegiatan manusia penghuninya, termasuk kegiatan menyelenggarakan aktivitas seksualnya. Sesuai dengan Pergolakan Pemikiran Manusia dari zaman purba hingga era Postmodern, maka aspirasi manusia terhadap dirinya – yaitu bagian Ontologis-Filosofis – tentang  tubuhnya dan permasalahan seksualitasnya terus berubah, berkembang dan bergolak pula. Arsitektur  sebagai manifestasi dan wahana serta wadah tadi juga mengalami perubahan  dan pergolakan. 

Pergolakan Pemikiran Manusia di era Pra-Modern diawali dengan era pemikiran Kosmosentrisme dan Teosentrisme, yang mempersepsikan manusia berharmoni dengan alam dan sang Teos, yang melahirkan berbagai Arsitektur-Tradisional di berbagai belahan bumi dengan aturan dan hukum-hukumnya masing-masing, termasuk pandangan filosofis tentang diri manusia, tata-laku diantara sesamanya, pandangan seksual -  yang kemudian menjadi penentu dalam penciptaan ruang arsitektural sebagai wahananya (design determinant) .

Memasuki era Modern , dengan melewati era Renaissance dan Aufklarung, maka terjadi revolusi penghayatan manusia terhadap dirinya sendiri. Aspirasi “tubuh” yang Platonian sebagai sub-ordinat dari “jiwa” telah ditinggalkan. Sejak Renaissance manusia telah menghayati tubuhnya – No longer as sinful body anymore – tetapi sebagai sesuatu yang sangat pantas untuk di apresiasi, termasuk juga terhadap olah tubuh dan seksualitasnya, yang mengimbas pada penciptaan wadah aktivitasnya, yaitu arsitektur. Sejak itu muncullah konsep - Bathroom inside the Bedroom – yang pada Ontologi sebelumnya adalah tabu adanya. Revolusi ontologi ini telah merasuk dan mengejawantah dalam berbagai elemen desain arsitektural seperti zoning, denah, desain interior hingga kemajuan peralatan dan teknologi yang menakjubkan.

Penelusuran dan pemahaman tentang pengaruh Pergolakan Pemikiran Manusia dan manifestasinya dalam perkembangan desain arsitektur sebagai wahana aktifitasnya tersebut, memang perlu ditelaah secara lebih hakiki sampai keranah Ontologs-filosofis.

 

Kata kunci : Pergolakan Pemikiran Manusia – Ontologi – Seks – arsitektur

 

 

 

Latar belakang,

Arsitektur sebagai pengejawantahan pemikiran filosofis.

Architecture is a frozen philosophy, Arsitektur adalah pemikiran filosofis umat manusia yang membeku, dari  pemikiran yang abstrak - mengAda menjadi sesuatu yang padat mewujud - suatu artefak. Pemikiran filosofis adalah konsekuensi manusia sebagai Homo Sapiens, mahluk yang berfikir, yang berkesadaran dan berkontemplasi. Salah  satu hasil kontemplasinya adalah perenungan tentang siapa dirinya dan keberadaan dirinya dalam ruang alam-semesta ini. Inilah yang disebut “Ontologi” (On = ada, logos  = ilmu, Yunani ). Ontologi adalah Ilmu tentang “Ada”, hasil perenungan manusia tentang keberadaan atau eksistensi manusia – dirinya sendiri - yang kemudian akan menentukan segenap gerak hidupnya – diantaranya : cara, arah dan bentuk wadah tempatnya menyelenggarakan kehidupannya yaitu Arsitektur. Ontologi merupakan hasil dari sang Manusia yang ber Metafisika (beyond physics ) – yang berarti berfikir spekulatif diluar hal-hal yang kasad-mata.

 

Ontologi seksual dan manifestasi arsitekturalnya

 

Ontologi merupakan landasan dari Pergerakan pemikiran umat-manusia sejak zaman Purba hinga era masa kini – era Postmodernisme. Ontologi melandasi berbagai perenungan manusia tentang semua aspek kehidupannya, termasuk tentang seksualitasnya.

Kosmosentrisme

Pada awal mulanya Manusia ber Ontologi – merenungkan dan menyimpulkan – tentang dirinya  sendiri – Who am I? – mempersepsikan bahwa keberadaan dirinya  sangat bergantung kepada Alam-semesta ini. Ketrampilan agraris yang dimilikinya seakan membuktikan kesimpulan ini. Kegiatannya bercocok-tanam memang saat itu sangat tergantung kepada Alam. Berhasil-tidaknya panen sangat bergantung pada sang Alam itu. Dari sini berkembanglah  Ontologi Kosmosentrisme, bahwa Kosmos adalah sang Penentu dari kehidupannya – penentu dari hidup dan matinya – berarti penentu dari segalanya. Lahirlah Animisme (Anima = roh), kepercayaan kepada Roh-roh, semua benda mempunyai roh, berarti benda-benda yang hebat –misalnya gunung, pohon besar, batu besar dll -  rohnya adalah roh yang hebat. Lahirlah berbagai ritual agar sang perkasa yang hebat tadi berbaik hati memberikan kesuburan  kepada upaya pertaniannya dan akhirnya kepada keseluruhan aspek kehidupannya.

 Masyarakat Kosmosentris-Primitif sangat menghargai Seksualitas sebagai Awal-kehidupan. Organ seks menjadi  salah satu perangkat sakral yang sangat dipuja, sehingga lahirlah berbagai ritual-pemujaan untuk itu. Organ seks baik penis maupun vagina menjadi bentuk-bentuk patung pemujaan . Candi Sukuh di Jawa-tengah merupakan  salah satu fenomena yang  menunjukkan  hal ini. Ornamen-ornamen berupa relief, patung dan simbol-simbol sangat jelas menunjukkan hal itu. (gambar 1,2,3,4). Seksualitas dan bentuk-bentuk alat kelamin sama-sekali bukan  hal yang tabu melainkan sesuatu yang sakral dan dipuja.

 

 

 

 

 

 

Pemujaan ini, salah satunya adalah pemujaan terhadap Lingga (penis) dan Yoni(vagina) yang banyak ditemui sebagai artefak-artefak arkeologi diberbagai situs pra sejarah diberbagai belahan dunia ini. Simbolisme macam begini sangat digemari , apalagi pada era dan faham Phallusentris yang maskulin. Arsitektur sebagai wahana dan simbol kekuasaan pria diwujudkan pada pembangunan berbagi sculpture seperti Monas di Jakarta dll yang berdiri bahkan pada era Modern.

Sementara itu, organ kelamin yang sekaligus organ pelepasan , juga dianggap sebagai sesuatu yang najis dan nista, maka zona perletakan ruang pelepasan merupakan zona yang marjinal. Di rumah-rumah tradisional Hindu Jawa dan Bali, misalnya, ruang arsitektur untuk kegiatan pelepasan dan berhajat baik kecil maupun besar, diletakkan di belakang dan ngiwo(arah ke kiri, Jawa), maka di Jawa disebut pakiwan, kemudian ada istilah “Mau ke belakang” yang artinya “Akan berhajat kecil atau besar”. Karena merupakan zona najis dan nista, maka penampilan ruangnya lalu menjadi kemproh, petheng, sumpeg, ambles dan hal-hal yang kurang baik lainnya. (lihat pembahasan pembanding pada Anthroposentrisme bathroom).

 

Teosentrisme

Pergolakan pemikiran berikutnya terjadi dengan munculnya persepsi manusia tentang keberadaan sang Teos yang bukan dirinya dan bukan alam-semesta, melainkan Zat lain yang mengendalikan keberadaan si manusia di alam-semesta ini. Dimulai dari faham Ibrahimisme yang Platonian ini menterjemahkan Ontologi Dualisme Platonian yang menggambarkan bahwa realitas itu terbelah menjadi realitas Ideal dan realitas Empiri. Realitas Ideal adalah realitas yang sempurna dan abadi, sementara realitas empiri hanyalah merupakan tiruan yang tak sempurna dari realitas yang ideal itu. Realitas Ideal diwakili oleh Form, Surga, episteme, roh/jiwa, sementara realitas empiri diwakili oleh Fisik, doxa, dunia, tubuh. Dualitas antara roh/jiwa dan tubuh ini, yang secara hirarkikal menunjuk bahwa roh/jiwa sebagai bagian dari yang sempurna , sementara tubuh adalah bagian dari yang tidak sempurna, kemudian tercatat dalam sejarah sebagai pemarjinalan tubuh manusia.

Berkembanglah ritual-ritual yang menyangkali tubuh, karena pemahaman bahwa menyangkali tubuh merupakan wahana untuk mendekat ke roh yang abadi dan sempurna itu. Seksualitas sebagai bagian dari tubuh lantas menjadi tersangka yang paling termarjinalkan. Seks menjadi barang tabu dan sumber dosa yang menjauhkan manusia dari sang ideal - roh tadi beserta entitas-entitas ideal lainnya - antara lain Surga dll. Walhasil seks harus dilokalisasi ke ruang yang terisolir termasuk arsitektur beserta segala aspeknya. Bagi rakyat kebanyakan, seksualitas di lokalisir dalam suatu aturan yang ditentukan oleh pemuka agama, masuk kedalam zona privat yang menjadi tabu untuk dibicarakan dalam ruang publik. Seksualitas menjadi tabu besar - yang bahkan dalam ruang pribadi seperti kamar tidur pun - masih tabu untuk menata dan menghiasi dengan  ornamen-ornamen yang berbau seksual. Bila seseoran ber-arsitektur dengan apresiasi kepada seksualitas, misalnya memajang gambar bernuansa seksual dll. Bisa-bisa pelakunya diberi stigma sebagai seorang sex-maniac.

Sistem politik dari Teosentrisme adalah Teokratisme-Monarki, Monarki lalu terbukti menimbulkan ketimpangan sosial yang berpengaruh pada ketimpangan jender. Pada era Monarki - Phallusentrisme memunculkan Arsitektur-pelesiran. Faham dominansi  pria atas lawan-jenisnya ini  diwadahi dengan arsitektur yang memberi kenikmatan dan kenyamanan kepada kaum pria dalam menikmati keunggulan statusnya -  dengan menciptakan Arsitektur rumah-bordil yang sepenuhnya memfasilitasi aktivitas seksual yang tak seimbang tersebut. Hedonisme seksual dari kaum Monarki – yang mendapat privilege untuk berbuat apapun - mengambil porsi yang sangat kuat dalam pengejawantahan seksualitas dalam arsitektur, pada kalangan  ini.

 



 
 

 

 

 

 

 

Anthroposentrisme Fajar Budi

Di Eropa setelah seribu tahun menjalani Teosentrisme beserta sistem politiknya Teokratisme-Monarki (kemudian dikenal sebagai abad Tengah atau abad Kegelapan) , kurang lebih abad XIV – mulai terkuaklah pemikiran manusia dengan munculnya Fajar-budi. Era Renaisans yang artinya rediscovery of man, rebirth, - yang kemudian dilanjutkan dengan Aufklarung/Enlightenment, era Pencerahan  - memunculkan pemahaman baru yang bertolak pada para pemikir Yunani abad V sebelum Masehi. Sang Manusia tak lagi dianggap sebagai Butir-butir pasir dilaut yang tak berdaya, melainkan adalah Individu-individu yang sangat hebat dan mampu mengubah nasibnya sendiri, nasibnya tak lagi ditentukan dari luar / external. Bersamaan dengan bangkitnya Humanisme ini, bangkit pula penghargaan sang Manusia atas tubuhnya sendiri. Anthroposentrisme memberikan pembenaran kepada sang Manusia untuk mengapresiasi tubuhnya termasuk seksualitasnya.

Sejak Renaisans, tubuh manusia is not sinful body anymore!. Karya seni Renaisans mengekspoitir keindahan tubuh manusia lengkap dengan segala lekuk-likunya dengan sangat detail. Faham Eksistensialisme Sartrean menyimpulkan bahwa human is entirely free, and therefore ultimately responsible. Sang Manusia kini menentukan nasibnya sendiri dan bertanggung jawab penuh atas apa yang dilakukannya. Menentukan tingkat kenyamanan yang pantas untuk dirinya dan senantiasa diperjuangkan untuk menjadi lebih baik dan lebih nyaman. Kenyamanan sang Anthropos dalam keseluruhan proses hidupnya kini menjadi perhatiannya. Kegiatan kesehariannya diwadahi secara fungsional yang dibalut kenyamanan dan pada akhirnya kemewahan - beraktivitas, tidur, mandi dan bercinta - kini di wadahi dalam kesatuan antara bedroom dan bathroom dalam satu zona yang sama (bandingkan dengan pembahasan Kosmosentrisme[1]). 

Desain arsitektur bedroom dan bathroom telah menjadi sedemikan canggih dan full of luxury , suatu bukti dari tingkat apresiasi dari sang Anthropos atas tubuhnya sendiri. Perancangan kamar tidur dan kamar mandi, kini menjadi salah satu perhatian yang utama. Kemewahan kamar mandi dengan karpet tebal, bak kungkum dilengkapi Jacuzzi, air hangat, saniter gold-plated , tv layar datar 42 inch, personal garden, fragrance yang wangi , serta peralatan saniter yang serba otomatis telah merajakan sang Manusia ini. Bedroom dan bathroom  lantas menjadi ajang bercinta yang sangat romantis dan Wah!.

Manifestasi arsitektural dari Seksualitas telah mewujud, sesuai dengan Ontologi Modern yang Anthroposentris, terpusatkan kepada sang Anthropos, yang telah berani menentukan nasibnya sendiri. Slogannya adalah “Hidup manusia, hidup seksualitas, hidup Arsitektur!!!.

 

 

 

 

Pustaka :

 

Benjamin, Andrew, Architectural Philosophy, the Athlone Press, London, 2000.

Leach, Neil, Rethinking Architecture, Routledge New York, 1999.

Lyotard, Jean Francois, The Postmodern Condition, a report on knowledge. University Press, Manchester, 1989.

Soesilo, Rudyanto, Arsitektur Postmodern berwawasan Jatidiri. Suara Merdeka, Nop 1988. s

Soesilo, Rudyanto, Postmodern Architecture, an Opportunity to Culture Sustainability in Architecture. Presented for the International Conference: Culture Sustainability in Architecture, Petra University, Surabaya,  2007

Soesilo, Rudyanto, Introducing the philosophy of Postmodernism in architectural education, Presented for the International Conference: “Challenges and experiences in developing Architectural education in Asia”, June 8 – 10, 2007 .

Soesilo, Rudyanto, Paradigma Postmodern dalam Pendidikan Arsitektur

Soesilo, Rudyanto, Postmodernism as a way to conserve the Indonesian culture on facing the Globalization , Presented for the International Seminar: “Culture, English language, Teaching & Literature”, January 16 – 17, 2008 .

Soesilo, Rudyanto, Postmodern Architectural Pedagogy, Jurnal Arsitektur UPH 2009, Vol 6, No 1.  



  • · Disajikan pada Seminar “Seksdan Arsitektur” 25-26Maret 2010, UnTar, Jakarta.
  • ·· A. Rudyanto Soesilo, Dosen Filsafat Arsitektur S1& S2 dan Filsafat Ilmu dan Etika Profesi, Bisnis,  S2 berbagai Progdi di Unika Soegijapranata, Semarang. Sekarang menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana.

 

 

[1] Dikala itu (Kosmosentrisme), pakiwan tidak mungkin didekatkan, apalagi menyatu dengan zona ruang tidur, Gandhok dan Senthong yang sakral itu. (bisa kuwalat !!)

Keywords: Pergolakan Pemikiran Manusia – Ontologi – Seks – arsitektur

Share :
     
A. RUDYANTO SOESILO

About me :

Foto Pidato Lustrum I UnikaPidato Dies Natalis XXIX, 5 Agustus 2011Presenting Unity in Diversity ConservationCertificate of the Best paper AwardPembicara utama Seminar Arsitektur PopulisWebinar pembukan Program Doktor Arsitektur Digital

 

  Facebook account

Untuk para pengagum kehidupan, pemikiran, seni, musik dan arsitektur yang berkarya, belajar, mengagumi, mencintai dan ingin menyemaikan nya.

 :

Dr.Ir.A.Rudyanto Soesilo MSA

Lecturer - Architect - Composer 

 :

 :

NB: bila anda membuka blog ini, beri koment n alamat email anda agar dapat berdiskusi, Nuwun